7 Juni 2010

KONSEP MANUSIA DALAM ANTROPOLOGI FILSAFAT


Dalam Antropologi Filsafat, konsep manusia selalu dirumuskan oleh kelompok tertentu secara struktural memiliki kemungkinan untuk mengekspresikan ideal budayanya. Dalam sejarah terlihat bahwa kelompok bawah tidak memperoleh kesempatan secara struktural untuk merumuskan cita-cita kemanusiaanya secara verbal dan mewujudkannya secara nyata dalam kehidupannya dalam masyarakat. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki kesadaran akan kemanusiaannya tetapi mereka terhambat secara struktural untuk mengungkapkan gambaran kemanusiaannya. Hal ini tang dikatakan kebudayaan "diam", seperti yg dikatakan oleh Paulo Freire.

De factonya kelompok bawah hanya menerima formulasi konsep kemanusiaan dari atas, kelompok yang lebih dominan. Kelompok bawah menginternalisasikan nilai-nilai itu sehingga cita-cita kemanusiaan sama dengan cita-cita kelompok penentu.
Kelompok elit yg secara ekonomis kuat berusaha menciptakan idea budaya sesuai dengan kelompoknya. Pola kehidupan mereka adalah pola kemanusiaan yang konsumtif. Mereka lebih dikenal dengan Humanisme borjuis.
Humanisme borjuis ini mendasarkan diri pada hubungan manusia dengan dunia material. Namun seringkali hubungan humanisme borjuis ini merusak hubungan sosial : yang kuat membangun wilayahnya dengan kerja dari yang lemah. Perbedaan cara hidup dari yang kuat, yaitu kelompok yang mengusai modal, ilmu dan teknologi dan yang lemah teralienasi dari kerja danhasil kerjanya semakin kentara. Terjadilah proses yang kurang manusiawi secara eksistensial adalah kelompok yang lemah, mka inisiatif harus muncul dari kelompok itu sendiri. Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok bawah ini secara struktural tak dimungkinkan untuk mengekspresikan cita-cita kemanusiaanya.

Jadi humanisme dalam konteks ini bertitik tolak dari pengalaman negatif yang memperjuangkan kemanusiaanya. Kita dapat bertanya dengan situasi bangsa kita sekarang ini : Apa Artinya menjadi manusia yang benar dan baik, yang bahagia dan bebas ?
Kita perlu berhti-hati untuk menerapkan gambaran-gambaran normatif tentang manusia: Jangan-jangan gambaran manusia ideal tak pernah ada, atau jangan-jangan memuat unsur-unsur ideologis atau asumsi-asumsi yang akhirnya justru akan menunjang situasi kurang manusiawi.

Oleh karena itu, untuk membangun manusia bangsa perlu diperhatikan hal-hal antropologis ini :

Dimensi "memiliki" dan "ada" saling berkaitan

"Memiliki" (to have) dan "ada" (to be) merupakan dua kategori fundamental kemanusiaan. Agar manusia dapat berada, dapat hidup, dapat berkembang sebagai pribadi ia harus memiliki sesuatu.
"Memiliki" berakar dalam eksistensi manusia sendiri. Fromm menyebut existensial having. Susah banyak usaha-usaha untuk merumuskan unsur-unsur apa yang minimal harus termuat dalam " having" dajn "being" itu. Hal ini dapat dirumuskan dalam kerangka kualitas hidup, nilai-nilai yang dituju manusia, atau pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
ASpek "pemilikan" berkaitan dengan dimensi kejasmian manusia yang memiliki relasi dengan alam, lingkungan ekologis yang konstitutif bagi kemanusiaan. Relasi manusia dengan alam memiliki batas-batas yang harus dihormati bila ia melestarikan hidup. Maka apa yang secra teknis mungkin, tidak selalu secara etis mungkin. Hal yang sama berlaku bagi batas-batas fisik dan psikis manusia.

Manusia dikondisikan oleh struktur-struktur kemasyarakatan

Manusia dalam sejarahnya menciptakan struktur-struktur, tetapi pada gilirannya struktur-struktur menjadi otonom dan mengkondidikan manusia. Tentu saja hidup tidak mungkin tanpa tingkat institusionalisasi tertentu. Identitas manusia membutuhkan konsensus sosial, perlu didukung oleh struktur. Tetapi kerap kali struktur yang diperkuat oleh berbagai macam sistem legitimasi lebih memperbudak manusia daripada melindungi dan menciptakan kebebasan yang lebih luas. Di sini muncul tuntutan etis untuk mengubahnya. Hal ini secara khusus masalah pemerataan, keadilan sosial dan partisipasi politik. Ketiga hal ini merupakan nilai-nilai manusiawi yang perwujudannya tergantung pada struktur atau relasi-relasi sosial.
Relasi seimbang manusia dengan sesama dan dengan lingkungannya seperti dicita-citakan dalam masyarakat kita hanya dapat terjadi kalau benar-benar seimbang secara struktur. Tidak mungkin relasi itu seimbang kalau tidak ada pemerataan, keadilan dan partisipasi kecuali kalau seimbang diartikan sebagai mempertahankan status quo dan stabilitas.

Kebebasan manusia adalah kebebasan yang diperjuangkan terus

Kebebasan manusia adalah kebeasan historis: harus dicapai dengan jalan mengatasi berbagai macam hambatan, baik dari dalam diri manusia maupun dari luar, yaitu struktur-struktur yang mengkondisikan manusia. Seorang yang bebas adalah seorang yang mampu menentukan diri sendiri dan tidak merupakan ciptaan dari suatu sistem.
Kebebasan tidak hanya berarti kebebasan "dari dalam", yang juga selalu terancam oleh berbagai manipulasi yang dimungkinkan misalnya oleh penemuan ilmu dan teknologi baru, tetapi kebebasan harus mencakup pembebasan dari struktur yang opresif dalam masyarakat.
Suatu contoh dapat dikemukakan disini, yaitu bagaimana perkembangan ilmu dan teknologi membatasi atau bahkan menghilangkan kebebasan manusia adalah penemuan-penemuan dalam behaviour control, hal ini misalnya :
(a) Penemuan teknologi kontrol memungkinkan tata kelakukan dapat secara sengaja diubah dengan manipulasi otak seperti dalam psychosurgery, electrical stimulation of the brain (ESB), infus unsur khemis, obat bius dll. Juga teknologi baru, seperti psikoterapi dinamis mampu memanipulasi simbol affektif dan kognitif yang menstrukturir tata kelakukan manusia.
(b) Pengertian yang mendalam tentang tata kelakuan manusia memmungkinkan pengendalian atau manipulasi perbuatan dan sikap manusia misalnya dalam bidang informasi.
(c) Alat-alat media seperti TVdapat dimanfaatkan juga untuk mengendalikan tata kelakuan manusia.
(d) Institusi dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan tata kelakuan tertentu.

Behaviour control dapat meliputi tata kelakuan yang bersifat publik bahkan juga tata kelakuan manusia yang bersifat pribadi; pikiran, emosi, afeksi, perasaan. Dimensi etis dari "behaviour control" muncil karena tata kelakuan dikendalikan dan bukannya ia sendiri secara aktual mengendalikannya. Biloa pengendalian itu teknologis maka pengendaliannya teknologi. Pun bila pengendalian sendiri tidak mempunyai maksud tertentu, tetapi karena efek terhadap orang itu real maka tetap merupakan soal moral.
Memang beberapa bentuk pengendalian bisa menambah kebebasan lebih besar, terutama bila membantu pengendalian diri (misalnya untuk menyembuhkan kompulsi atau beberapa bentuk kontrol sosial) dapat membantu terbentuknya konteks yang memungkinkan kebebasan lebih besar. "Behaviour control" bisa membuat manusia lebih bebas.

Kesatuan Aksi dan Refleksi dalam Praksis

Paulo Freire dalam bukunya pedagogy of the Oppressed, pengguin Books, 1972 mengatakan bahwa :
"Secara antropologis untuk mengatakan mahkluk yang praksis Perbedaan antara hewan ..... dan manusia dapat dilihat melalui tindakan mereka atas dunia untuk menciptakan kebudayaan dan sejarah. Hanya Manusia yang praksis-praksisnya adalah sebagai suatu refleksi dan tindakannya yang benar-benar mengubah realitas, sebagai sumber pengetahuan dan menciptakan sesuatu. Sedangkan Aktivitas Hewan, yang terjadi tanpa praksis, tidak kreatif; .... "

Jadi manusia adalah praksis. Praksis menjadikan siapa dirinya. Praksis memuat kerja, aksi: Perubahan dunia meteriil; tetapi praksis adalah terutama transformasi hubungan sosial. Praksis dalam artinya yang penuh adalah pembebasan untuk menciptakan relasi sosial yang baru.

J Comblin dal;am bukunya Humanity and the Liberation of the Oppressed mengatakan bahwa: "Krisis masyarakat borjuis dan humanisme sekarang ini memaksa kita untuk melihatke arah yang berbeda untuk menemukan humanisme ke depan. Manusia dipanggil untuk memenuhi dirinya tidak lagi sesederhana melalui pendidikan diri indiviudal itu, atau pikiran untuk bekerja, tetapi melalui membangun hubungan sosial.

Manusia Terus Menerus memberi makna pada dunianya

Manusia selalu memiliki model kognitif tentang kenyataan, yang menjelaskan apa bentuk kemanusiaan yang dipilihnya, untuk apa hidup ini dan apa yang menjadi hidup ini berharga. Model kognitif ini menafsirkan dunia dan sejarah baik dalam teori maupun praktek, sehingga dunia dan sejarah dapat dialami sebagai keseluruhan yang bermakna. Termasuk di dalam model kognitif tentang pandangan hidup, pandangan tentang masyarakat, dunia dan sejarah.
Di sini pula kita temukan berbagai utopia : masa depan macam apakah yang dikehendaki ? Konsepsi tentang sejarah dan dunia ini membuat bernakna keterbatasan, kesementaraan, kegagalan, penderitaan dan sebagainya. Tanpa kerangka arti ini manusia kehilangan identitasnya atau jatuh dalam keadaan neuroti. Di sini pula manusia mendapatkan arti dari segala macam mitos memberi makna dan orientasi pada hidup.
Proses hermeneutis yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia memungkinkan manusia untuk selalu mencari alternatif masa depannya sebagai proses terhadap "pemberian makna" yang sekarang ada. Tugas hermeneutis yang melekat dalam diri manusia merupakan tugas untuk memahami situasinya dan membongkar secara krisis ketidak berartian yang diketemukan dalam sejarah.

0 komentar:

Posting Komentar