9 April 2011

KONTRAK POLITIK : Apakah menjawabi mosi ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pemimpin Saat ini ?


Kontrak sosial (social contract) telah ditawaran dan dikemukakan oleh Plato, seorang filsuf Yunani, lebih 2500 tahun lalu. Sejalan dengan konsep ini, Jean Jacques Rousseu (1558 - 1679) melihat kontrak sosial adalah perlunya keikutsertaan rakyat untuk ikut menentukan nasib dan masa depan mereka dengan para calon pemimpin dan wakilnya yang akan duduk di pelbagai posisi politik.
Lebih lanjut, adanya kontrak sosial secara kontekstual telah melahirkan sentimen moral politik, untuk boleh menentang stiap bentuk monopoli kebenaran dan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat aas nama kekuasaan. Kesadaran tentang otoritas warga negara tersebut, dengan sendirinya melahirkan keniscayaan dan telah memicu spirit kekritisan terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan politik.
Filsuf laiinya, J. Locke melihat negara dibangun atas dasar kesepakatan antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Hal ini menjadi dasar pijakan hak dan kewajiban moral sebagai esensi dari terbangunnya kontrak sosial dan menempatkan lebih tinggi dari hukum.

Dari Uraian singkat di atas, memberikan landasan teoritis dimana kontrak politik sebenarnya adalah aplikasi dari kontrak sosial untuk mencoba memecahkan persoalan rendahnya tingkat keterwakilan politik di Indonesia selama ini. Tanpa mekanisme kepastian hukum yang dituangkan dalam kebijakkan publik, dalam format tertulis dan terinci, maka proses keterwakilan dari pemilu pejabat eksekutif dan legislatif hanya akan menjadi kabur, formalitas dan tidak bisa ditanggunggugatkan terhadap para pemilih (popular/publik accountibility).

Inilah yang menjadi problem untuk menerapkan konsep Kontrak Politik saat ini di negara Indonesia, baik untuk elite politik tingkat nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan kepastian hukum yang mengikat secara formal tidak dimiliki. Disamping itu, kesadaran dan keberanian secara moral dari calon-calon pemimpin untuk menawarkan sebuah kontrak politik tidak ada.

Namun, suatu yang pasti bahwa rakyat/masyarakat sebenarnya dapat membuat suatu penawaran kontrak politik bagi calon-calon pemimpinnya sebagai sebuah persyaratan bila ingin mendapat dukungan dan terpilih. Yang menjadi sebuah pertanyaan, mampukah masyarakat dengan tingkat pendidikan bereda-beda, pengetahuan politik yang minim punya komitmen bersama ?
Untuk itu, perlulah diadakan pendidian politik bagi masyarakat di tingkat akar rumput agar sedikit memahami akan hak dan kewajibannya dalam berpolitik.

Menyadari sebuah kontrak politik saat ini sulit diterapkan dengan pelbagai problematika politik dan hukum yang ada serta pemahaman yang berbeda-beda, kami sedikit menguraikan mengapa hal ini terjadi :

  1. Karena kepastian hukum yang mengikat belum ada. Maksudnya, apabila kontrak politik itu dilanggar maka tanggung jawab yuridis dan moral tidak dapat diganggu gugat. Hal ini nampak jelas pada janji-janji kampanye yang tinggal harapan tidak pernah terealisasi.
  2. Siapa yang mewakili masyarakat/rakyat untuk membuat kontrak politik ini. Apabila ada yang mewakili, dapat dipercaya dan menjamin telah menjabarkan semua aspirasi masyarakat ?
  3. Sistem politik Indonesia yang tidak memberi cela untuk mewajibkan calon Pemimpin membuat Kontrak Politik. Dimana apabila kegagalan seorang pemimpin terjadi maka akan terjadi chaos/kekosongan. Hal ini akan memberi dampak roda pemerintahan terbengkalai.
  4. Siapa yang menilai suatu pemerintahan ini gagal ato melanggar kontrak?
Kesulitan-kesulitan tersebut di atas dapat diatasi dengan adanya peluang Otonomi daerah (secara khusus) memberi peluang untuk daerah-daerah menentuan nasib dan pemimpinnya sendiri.

  1. Legitimasi hukum yang pasti harus dibuat untuk mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kontrak Politik.
  2. Masyaraka/Rakyat sebagai pemegang kedaulatan dapat menawarkan Kontrak Politik. Di setiap daerah mempunyai tokoh-tokoh yang dipercayai untuk mewakili mereka.
  3. Sistem Politik yang mempersiapkan dampak-dampak dari Kontrak Politik yang gagal/diingkari terjadi di masa jabatannya. Misalnya siapa yang berhak menggantikannya.

Indonesia saat ini dengan pelbagai problematika di segala bidang telah membuat mosi kepercayaan terhadap pemimpin yang dipilih menjadi hilang. Masyarakat/rakyat hanya sebatas mengkritik, mengeluh dan mendemonstrasi. Aspirasi-aspirasi ingin pemimpin yang telah dipilih telah mengingkari janji2-janji kampan untuk dilengserkan hanya sebatas teriakan-teriakan kosong. Mengapa, karena tidak ada suatu perjanjian/kontrak secara hukum yang mengikat. Apa mau melakukan reformasi ulang, atau kudeta ?

Hal yang dapat dilakukan adalah Kontrak Politik harus segera dijalankan. Selagi intrumen-instrumen hukum belum terbentuk, maka jalannya adalah masyarakat/rakyat yang menuntut keberanian calon pemimpin membuat kontrak politik dengan pemegang kedaulatan yang memberi kekuasaan kepada pemimpinnya. Komitmen bersama dlam masyarakat harus dianamkan, calon pemimpin yang tak berani memuat kontrak politik maka tidak akan mendapat dukungan atau dipilih. Kontrak politik selain hal-hal prioritas pembangunan yang akan dijalankan juga lebih pada keberanian untuk melepas jabatan kalo tidak mampu menjalankan kontrak tersebut.

Paling tidak dengan adanya kontrak politik, adanya tanggungjawab moril dari pemegang kekuasaan dan pemegang kedaulatan.
Apakah Kontrak Politik dapat menjawabi mosi ketidakpercayaan rakyat terhadap pemipinnya setidak-tidaknya di akan datang..... Marilah kita berani melakukan sesuatu yang baru.

0 komentar:

Posting Komentar