Tweet |
|
Mencoba mengupas kulit peradilan Kasus Sambo
Kita mungkin pernah mendengar, membaca atau menonton sandiwara teater berjudul : " Pengadilan Di Atas Awan " yang menceritakan tentang pengadilan Nekrokrasi. Pengadilan ini dibuat oleh para mayat di negeri mayat.
Proses peradilan atas kasus Pembunuhan Brigadir Josua Hutabarat telah memasuki tahap pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum. Terhadap tuntutan-tuntutan masing-masing terdakwa yang diduga sebagai otak dan pelaku dalam fakta persidangan menuai banyak tanggapan dari ahli dan masyarakat (termasuk saya). Apakah tuntutan jaksa sudah sesuai ? Tentu masing-masing kita punya harapan soal kasus ini berbeda-beda.
Pengadilan di atas awan hadir dengan pengadilan nekrokrasi justru karena ketidapercayaan terhadap pengadilan di atas bumi. Para mayat di negerinya memberi pengajaran yang berarti tentang pengadilan yang jujur dan bijaksana.
Kasus Ferdi Sambo: Siapa Otak dibalik itu semua ? disini kita coba mengupas kulit buah kasus ini. Tentu perranyaan muncul dengan apa kita mengupasnya ? Dengan pisau yang tajam? Pisau yang tumpul ? Tangan kosong ? Atau gigi kita ?
Pertama, sampai dengan kesaksian terakhir dari Putri Candrawati (PC) dan Sambo tetap mempertahankan motifnya adalah karena Pelecehan Seksual ? Apa benar pembunuhan terhadap Brigadir Josua lantaran kekerasan seksual ?
Diceritakan pelecehan seksual berawal telah terjadi di Magelang. Namun, siapa saksi yang melihat langsung ? Pertanyaan-pertanyaan lain adalah : Apakah di rumah di Magelang tidak memiliki CCTV ? Masa rumah sekelas keluarga seorang Jendral tidak dipasang CCTV ? Jam berapa kejadian ? dan di rumah itu siapa-siapa saja yang ada dan mereka lagi melakukan apa ? Mengapa para penegak hukum tidak satu pun menanyakan tentang semua hal di atas ? Apakah percaya hanya sebatas kesaksian Kuat Ma'ruf dan Susi ?
Kedua, mencari dalangnya. Dari kasus ini kita bisa menebak-nebak siapa sebenarnya dalangnya. Apakah ibu PC atau FS ? Kalau ibu PC, maka skenario tuduhan pelecehan /kekerasan terhadap alm. Josua adalah satu kamuflase untuk menutupi satu misteri besar yang justru diketahui oleh Josua. Ibu PC tentu memahami karakter suami FS. Maka dengan menceritakan sesuatu yang pasti akan menyulut kemarahan FS bahkan bertindak diluar dugaan adalah jalan yang tepat untuk membungkam misteri yang akan terkuak. Apakah misteri itu ada hubungan dengan pertengkaran almarhum dengan Kuat Ma'ruf. Entahlah. Anehnya lagi, kesaksian PC yang terakhir kenapa tidak divisum/dilaporkan ke polisi hanya takut FS tidak menerima dia lagi karena telah diperkosa. Khan lucu, hehehe.....
Nah, kalau dalangnya FS, bagaimana jalan ceritanya. Mengapa Sambo tega membunuh Josua hanya lantaran mendengar cerita istrinya. Padahal ada cara lain, apalagi seorang Jendral. Misalnya agar pengakuan terungkap dengan menyiksa Josua bahkan memecat Josua. Apa daya nalarnya telah raib ? Pasti ada rahasia besar yang telah mulai tercium oleh Josua. Maka cara lain adalah menghabisi nyawa orang lain dengan menciptakan cerita dagelan. Kemungkinan PC diminta oleh Sambo untuk menceritakan bahwa ia telah diperkosa. Sehingga menimbulkan kemarahan Sambo. Atau dalangnya adalah keduanya PC dan Sambo ?
Ketiga, direncanakan apa tidak ? Kalau soal ini tidak perlu dikupas karena tuntutan kejaksaan sudah melihat tragedi pembunuhan ini adalah sebuah perencanaan.
Keempat, tuntutan yang dijatuhkan untuk masing-masing pelaku menimbulkan banyak spekulasi di kalangan masyarakat bahkan kalangan ahli. Yang pasti, kekecewaan terhadap tuntutan yang diberikan ke Barada E. Ricard Eliazer.
Bahasa hukum dengan pelbagai analisa dari pelbagai saksi ahli dan jaksa penuntut umum tentu pandangannya berbeda-beda begitu pula masyarakat yang mengikuti proses peradilan ini. Semua kita dipaksa untuk membuka kembali peti jenazah dan melihat benar tidak yang dibunuh adalah orang Nazareth sebagaimana pengadilan di atas Awan dan ternyata hanya cermin semata-mata di dalam peti itu. Begitu pun terhadap tuntutan yang diberikan kepada para terdakwa.
Barada E, menjalankan perintah (terlepas dari perintah benar atau salah) dan semua itu sudah dikupas oleh para ahli dari pelbagai sudut pandangan. Namun yang pasti ia berdiri sebagai " Penguak fakta kebenaran " tragedi pembunuhan itu. "Bukan karena terjadi tembak menembak" lantaran Josua meninggal kemudian cerita dibuat karena berkeyakinan sebagai seorang jendral bisa membalikan fakta yang terjadi. Naluri orang tua, keluarga tak bisa dibohongi karena TUHAN membuka jalan dengan caranya. Maka kematian Josua Hutabarat dilihat sebagai sebuah kejanggalan. Kejanggalan ini terus dikejar dan akhirnya dengan kesadaran penuh Barada E tampil sebagai justice collaborator justru dituntut yang oleh masyarakat luas banyak yang kecewa. Baradak E adalah korban sebagaimana perwira-perwira atau teman-teman sejawatan atas kebohongan FS. Pantaskah tuntutan 12 tahun diatas ibu PC dengan cerita pemerkosaan yang belum tentu benar, dan diyakinin oleh masyarakat luas tidak mungkin terjadi sebagaimana tuduhannya kepada alm. Josua.
Bapak Hakim semoga bisa mewakili Pengadilan di atas Awan
0 komentar:
Posting Komentar